BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Saat ini di dunia pendidikan lagi dikumandangkan mengenai
pendidikan karakter, dan adanya slogan-slogan "Sukseskan Pendidikan
Karakter". pendidikan memiliki peran yang
sangat penting.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kita berharap dengan diadakannya pendidikan karakter, semoga
manusia-manusia Indonesia menjadi manusia yang berkarakter baik, berakhlak
mulia. tidak ada lagi korupsi dan tindakan-tindakan kekerasan yang melawan
hukum dan norma-norma yang ada di negara kita.
1.2 Rumusan
masalah
1. Apa
pengertian dari pendidikan karakter ?
2. Apa
saja nilai-nilai karakter ?
3. Bagaimana
tahpan pengembangan karakter ?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1. Untuk
menjelaskan pengertian dari pendidikan karakter.
2. Memaparkan
nilai – nilai karakter.
3. Menjelaskan
bagaimana thapan untuk mengembangkan karakter.
4. Untuk
memberi pengalaman,pengetahuan kepada mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Pendidikan Karakter
Pengertian
karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak.” Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dn berwatak”. Menurut tadkiroatun musfiiroh (UNY, 2008), karakter
mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan ketrampilan. Karakter
berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, oang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Bambang Nurokhim (2007) menegaskan
membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan,
bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan
masyarakat dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk dicontoh. Di
lingkungan sekolah, guru, kepala sekolah dan tenaga pendukung kependidikan
merupakan komunitas yang secara tidak langsung akan menjadi teladan bagi para
siswa. Untuk itu karakter yang kuat harusnya lebih dahulu dimiliki oleh
komunitas tersebut, terutama guru.
Pembelajaran sains dengan pendekatan ketrampilan
proses, inquiri dan problem solving dalam beberapa hal dapat menanamkan
sikap-sikap positip yang mengarah pada pembentukan karakter diri yang kuat.
Pembelajaran sains yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan memberikan
sumbangan berharga bagi siswa dalam mempersiapkan dirinya menghadapi kehidupan
nyata di masyarakat. Unsur-unsur kedisiplinan, kecermatan, ketekunan,
ketelitian, dan kejujuran misalnya dalam melakukan kegiatan observasi dan
pengukuran secara bertahap akan membentuk karakter siswa.
Nilai-nilai yang
dapat diperoleh dari hasil pembelajaran sains adalah :
1.
Obyektivitas (objectivity)
2.
Keakuratan
(accuracy)
3.
Ketepatan (precision)
4.
Pencarian kebenaran (pursuit of truth)
5.
Pemecahan Masalah (problem solving)
6.
Penghargaan makna kemanusiaan (regard for human significance)
7.
Melindungi
Kehdiupan manusia (protect human life: safety and risks)
8.
Kejujuran intelektual (intellectual honesty)
|
9.
Kejujuran akademik (academic honesty)
10.
Keteguhan hati (courage)
11.
Kerendahan hati (humility)
12.
Membuat keputusan (decision-making)
13.
Kesediaan
menghargai pendapat (willingness to suspend judgment)
14.
Saintifik inquiri (scientific inquiry: being fair and just)
15.
Mempertanyakan semua hal (questioning of all things)
16.
Kebutuhan verifikasi (demand for verification)
|
17.
Menghormati logika (Respek respect for logic)
18.
Integritas
(integrity)
19.
Rajin
(diligence)
20.
Tekun
(persistence)
21.
Rasa ingin tahu (curiosity)
22.
Terbuka (open-mindedness)
23.
Kritis
(critical evaluation of alternatives)
24.
imagination
|
Penanaman nilai-nilai
sains dapat dilaksanakan manakala guru dapat menyusun perencanaan pembelajaran
dengan baik, yaitu dengan penetapan tujuan beranah kognitif, afektif dan
psikomotor, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran secara utuh. Ini adalah hal paling sulit
dilaksanakan karena berbagai alasan seperti terbatasnya waktu, beban tanggung
jawab guru yang cukup banyak (beban mengajar 24 jam pelajaran per minggu),
belum ada (mantapnya) team teaching
yang dapat membagi tugas sehingga secara intens dapat mengikuti perkembangan
siswa, belum pahamnya guru memnyusun kegiatan belajar yang bermuatan
sikap-sikap ilmiah, belum pahamnya guru tentang pengukuran hasil belajar sains
yang berbentuk sikap, dan sebagainya.
Pendidikan
sains memiliki peran penting dalam menjaga dan meningkatkan kualitas hidup
manusia.
Science is critical to sustaining, maintaining and
improving the quality of life on earth for the future and for enhancing
democratic societies and the global economy.
The
goal of science education is not only to produce scientists, but also to
prepare well rounded, clear thinking, scientifically literate citizens. Helping
young people acquire the knowledge, skills and values they will need as
productive adults in an increasingly technological society is the major purpose
for science instruction.
Methods of teaching Character Education in
Science:
- Menanamkan
(Inculcate)
- Mengembangkan
(Develop)
- Mengklarifikasi
(Clarify )
Ketiga hal tersebut dapat
terlaksana dalam pembelajaran sains melalui tiga tahapan. Pertama rancangan
pembelajaran, yaitu pada bagian tujuan pembelajaran yang secara tegas harus
menunjukkan jenis sikap apa yang akan dibelajarkan pada siswa, kemudian bagaimana
kondisi dan langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
tersebut, dan teknik (jenis) penilaian apa yang sesuai untuk mengevaluasi
tujuan tersebut. Kedua, dalam pelaksanaan pembelajaran secara intensif guru
mengamati perilaku (sikap) siswa selama proses belajar, dan memberikan umpan
balik bagaimana seharusnya siswa bersikap dalam menghadapi masalah yang
disodorkan dalam pembelajaran. Ketiga, guru melakukan penilaian terhadap
sikap-sikap yang ditunjukkan siswa atau dapat juga dari penilaian siswa sendiri
dan teman. Hasil penilaian ini seyogyanya didiskusikan untuk umpan balik bagi
siswa.
Metode pembelajaran yang
sesuai untuk pembentukan sikap dalam pembelajaran sains, selain ketrampilan
proses, inquiri, dan problem solving, secara konstruktivistik juga dapat
dilaksanakan melalui metode lain misal roll
playing.
B. Nilai – nilai
Karakter
Berikut
adalah 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif menurut
Lickona (2007) :
1. Kembangkan
nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi
2. Definisi
karakter secara komprehensif yang mencangkup pikiran, perasaan, dan prilaku.
3. Gunakan
pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif
4. Ciptakan
komunitas sekolah yang penuh perhatian
5. Beri
siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral.
6. Buat
kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta
didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil.
7. Usahakan
mendorong motivasi diri siswa.
8. Libatkan
staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral
9. Tumbuhkan
kebersamaan dalam kepemimpinan moral
10. Libatkan
keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra
11. Evaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidikan karakter, dan sejauh
mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Nilai-nilai utama dari
karakter :
1.
Nilai
karakter dan hubunganya dengan Tuhan
a. Religius
: pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan
pada nilai-nilai ajaran agama.
2.
Nilai
karakter dan hubunganya dengan diri sendiri
a. Jujur :
menjadi orang yang selalu bisa dipercaya dalam perkataa, tindakan, maupun
pekerjaan, untuk diri sendiri dan orang lain.
b. Bertanggung jawab :
menjalankan kewajiba sebagaimana yang harus dilakukan.
c. Bergaya hidup sehat
: melakukan kebiasaan yang baik untuk kesehatan diri
d. Disiplin :
berprilaku tertib dan patuh pada ketentuan dan peraturan.
e. Kerjakeras :
bersungguh sungguh dalam mengerjakan sesuatu.
f.
Percaya
diri : sikap yakin akan kemampuan yang kita
punya.
g. Berjiwa wirausaha
: sikap mandiri dan pandai mengenali produk baru, cara berproduksi, memasarkan,
dll.
h. Berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif : berpikir secara
kenyataan untuk menghasilkan cara atau hasil yang baru.
i.
Mandiri
: tidak mudah tergantung pada orang lain.
j.
Ingin
tahu : bersikap ingin mengetahui lebih dalam dan
luas.
k. Cinta ilmu :
bersikap peduli, setia, dan menghargai pengetahuan.
3.
Nilai
karakter dan hubunganya dengan sesama
a. Sadar akan hak dan
kewajiban diri dan orang lain : sikap mengerti dan
melaksanakan apa yang harus dilaksanakan dan apa yang menjadi hak dirinya.
b. Patuh pada aturan-aturan
sosial :
menurut terhadap aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
c. Menghargai karya dan
prestasi orang lain : bisa termotivasi dengan
hasil orang lain, karena sikap menghargai hasil orang lain tersebut.
d. Santun
: berbicara dan berprilaku dengan halus, dan baik.
e. Demokratis
: bersikap menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4.
Nilai
karakter dan hubunganya dengan lingkungan
a. Peduli sosial dan
lingkungan : tindakan yang selalu berupaya untuk
mencegah kerusakan lingkungan alam sekitar, dan berusaha memperbaiki yang telah
rusak.
5.
Nilai
kebangsaan
a. Nasionalis
: berfikir dan bersikap yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, yang tinggi
terhadap bangsa.
b.
Menghargai
keberagaman : sikap memberikan hormat terhadap berbagai
macam hal baik mengenai fisik, sifat,
adat, budaya, suku, dan agama
C. Tahapan Pengembangan Karakter
Agar dapat berjalan efektif, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui tiga disain, yakni :
Agar dapat berjalan efektif, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui tiga disain, yakni :
1. Desain berbasis kelas,
yang berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar.
2. Desain berbasis kultur sekolah yang berusaha membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
3. Desain berbasis komunitas.
2. Desain berbasis kultur sekolah yang berusaha membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
3. Desain berbasis komunitas.
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk
dilakukan oleh sekolah stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada
dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik( insan kamil). Tumbuh
dan perkembangannya karakter yang baik dan mendorong peserta didik tumbuh
dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dn
melakukan segalanya dengan benar dan memilki tujuan hidup. Masyarakat juga
berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Karakter juga dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), melaksanakan
, dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja.
Seseorang yang memiliki pengetahuan terbaik belum tentu mampu bertindak sesuai
dengan pengetahuannya , jika tidak berlatih (menjadi kebiasaan ) untuk
melakukan kebikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan
kebiasaan diri. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang
baik ( components of good character ) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang
moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hl ini diperlukan
agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem
pendidikan tersebut sekaligs dapat memahami, merasakan, menghayati, dan
mengamalkan ( mengerjakan ) nilai-nilai kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah
kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness) , pengetahuan tentang
nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective
taking), logika moral (moral reasoning). Moral feeling merupakan pengatan aspek
emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan
oleh peserta didik yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri
(self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cint keenaran
(loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati
(humility). Moral ation merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan
hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami ap yang
mendorong seseorang dlm perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat
tig aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keninginan (will),
an kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pndidikan adalah keterkaitan
antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku , yang
dapat dilakukan atau bertindak secara bertahp dan saling berhubungan antara
pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yng kuat untuk
melaksanakannya, baik tehadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan , bangsa
dan negara serta duknia internasional.
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah
terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing).
Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena
tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur
hhl itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan kaeena keinginannya
yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu dalam
pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain affection atau emosi
). Komponen ini dalam pendidikan dalam pendidikan karakter disebut dengan
“desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan . pendidikan karakter yang baik dengan
demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing),
tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling), dan
“acting the good” (moral action ). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti
robot yang terindroktinasi oleh sesuatu paham . dengan demikia jelas bahwa karajter
dikembangkan melalui tiga langkah , yakni mengembangkan moral knowing ,
kemudian moral feeling , dan moral action. Dengan kata lain, makinlengkap
komponen moral dimiliki mnusia , maka akan maki membentuk karakter yang baik
atau unggul/tangguh.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Nilai-nilai
karakter itu terdiri dari nilai karakter dalam hubunganya dengan tuhan seperti
religius; Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, seperti jujur,
bertanggungjawab, disiplin; Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama,
seperti santun, demokratis; nilai karakter dalam hubunganya dengan lingkungan,
seperti peduli sosian dan lingkungan; nilai kebangsaan, seperti nasionalisme.
Karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan
kebiasaan (habit). Pengembangan karakter dalam suatu sistem adalah keterkaitan
antara komponen – komponen karakter yang mengandung nilai – nilai perilaku,
yang dapat dilakukan secara bertahap dan saling berhubungan.
Daftar Pustaka
Roesminingsih MV.,
Lamijan hadi Susarno. 2005. Teori dan
Praktek Pendidikan, Bintang Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar