Cari Blog Ini

Selasa, 15 November 2016

METAKOGNISI DAN PEMECAHAN MASALAH

METAKOGNISI DAN PEMECAHAN MASALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu :
Dr. Supriyono Koes H. M.Pd, MA




Kelas G 2016



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PASCASARJANA
S2 PENDIDIKAN DASAR
Oktober 2016


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam rekonseptualisasi berpikir dan pembelajaran menyarankan bahwa menjadi pemikir baik dalam setiap domain mungkin banyak memperoleh tabiat serta disposisi dari interprestasi pengertian dan memperoleh pembelajaran tertentu dari keterampilan. (Resnick, 1988: 58) Pembelajaran untuk berbicara dan memahami bahasa awal, mengenali wajah-wajah, terlibat dalam interaksi sosial dasar, dan menjalankan teknik pemecahan masalah umum adalah kemampuan yang diperoleh anak-anak melalui pengalaman sehari-hari mereka (Howe, 1988; Geary, 1995, 2002, 2005).
Dalam perkembangannya, pendekatan kognitif dalam pembelajaran menunjukan kemajuan yang sangat pesat.Studi-studi yang berasaskan pandangan kognitif tentang belajar, semakin mendukung para ahli untuk terus menmukan peluang bahwa belajar sesungguhnya lebih mengarah kepada aktifitas mental daripada fisik atau tingkah laku.
Pendekatan dan teori-teori yang dihasilkan oleh para ahli, meyakini bahwa ada unsur tertentu dalam konteks belajar yang memungkinkan manusia dapat melakukan kegiatan belajar dengan baik.Unsur-unsur tersebut coba dipetakan dalam suatu pola pembelajaran yang dinamakan matekognisi dan problem solving.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah perspektif kognitif Metakognisi?
2.      Bagaimankah perspektif kognitif Pemecahan Masalah (Problem Solving)?
3.      Bagaimana Matekognisi dan Pemecahan Masalah diaplikasikan dalam pembelajaran di Indonesia?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui perspektif kognitif Metakognisi
2.      Untuk mengetahui perspektif kognitif Pemecahan Masalah
3.      Untuk mengetahui implementasi Metakogisi dan Pemecahan Masalah dalam pembelajaran di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Sifat Pembelajaran yang Kompleks
Teori kognitif telah berbicara dengan mengubah keadaan pendidikan dalam dua cara. Satu adalah identifikasi dan penilaian kemampuan kognitif bahwa siswa harus membuat peraruturan panduan untuk belajar dari tugas-tugas yang kompleks, memantau kemajuan mereka, dan mengubah arah, jika perlu.Kemampuan ini dirujuk sebagai metakognisi.Kedua, psikolog dan Pendidikan psikologi memiliki pendidikan dasar penelitian berbagai bentuk memecahkan masalah dalam berbagai mata pelajaran domain untuk menginformasikan kepada amalan pendidikan.
A.    Metakognisi
Sebuah pandangan alternatif strategi muncul pada akhir tahun 1970-an dan 1980-an. Secara khusus, ada proses aturan lebih tinggi yang mengontrol penggunaan strategi tertentu. Yang pertama proses perintah yang lebih tinggi untuk dapat diidentifikasi adalah metamemori (Flavell, 1971). Termasuk pembelajar yang (a) berpengetahuan verbal tentang penyimpanan memori dan (b) orang,  tugas, dan strategi variabel yang mempengaruhi kinerja memori (Flavell & Wellman, 1977). Kemudian penelitian berkembang dan mencakup pengetahuan peserta didik tentang fungsi kognitifnya  secara umum (tambahan memori), kapabilitas tersebut dikenal sebagai metakognisi (Harnishfeger & Bjorklund, 1990). Didiskusikan dalam pembahasan ini perbedaan penggunaan metakognisi antara pembelajar muda dan tua serta antara ahli dan pemula.
Komponen
Secara umum, metakognisi melibatkan berfikir tentang pemikiran beberapa perspektif, menekankan pengetahuan individu tentang area kognitif dan strategi yang digunakan.Penekanan lainnya tentang pengetahuan dan peraturan kognitif (Brown, 1987; Son dan Schwats, 2003).

PengetahuanTentang Area Kognisi
Komponen utama metakognisi adalah (a) pengetahuan tentang kasadaran seseorang berfikir dan (b) pengetahuan kapan dan dimana harus menggunakan setrategi (Pressley dan McCormic, 1995:2)
Peraturan Kognisi
Para peneliti kognitif membedakan antara strategi metakognitif dan ketrampilan kognitif. Misalnya, mengambil catatan selama membaca bab pada Pembelian Louisiana adalah keterampilan kognitif, itu dilakukan untuk fasilitas pemahaman dan belajar (Flavell, 1979).Kemudian, pembaca mempersiapkan untuk tes mendatang.Ia kemudian membuat kuis untuk dirinya sebagai evaluasi. Strategi kedua ini membantu peserta dalam membangun makna adalah strategi metacognitive untuk memeriksa satu tingkat belajar evaluasi.
Sebuah model kegiatan metakognisi dalam belajar terdapat empat langkah:
Tabel 2.1 Model Kegiatan Metakogitif dalam Belajar
Tahap
Deskripsi
Contoh
Mendefinisikan Tugas
Membuat persepsi tentang sifat tugas belajar, sumber daya yang tersedia serta hambatan.
Menyelesaikan tugas membaca tentang gunung berapi dari Geografi Nasional; bahasa adalah kompleks untuk siswa sekolah menengah, tetapi siswa mempunyai waktu 1 ½ jam untuk menyelesaikan tugas.
Menetapkan tujuan dan perencanaan
Memilih atau membuat tujuan dan rencana untuk mengatasi tugas belajar.
Membaca artikel untuk pemrosesan mendalam untuk mempersiapkan unit untuk menguji; catatan pribadi, membuat pertanyaan pribadi yang diperlukan.
Membuat strategi dan taktik belajar
Mengimplementasikan aktivitas yang dipilih pada tahap dua dan memperketat jika perlu.
Menemukan kosa kata yang sulit pada saat membaca maka berhenti sejenak dan mencari definisinya kemudian melanjutkan membaca.
(1)   Membuat penyesuaian skala besar untuk tugas, tujuan, rencana dan keterlibatan.
Kesulitan besar dalam memahami artikel untuk mencari informasi dasar tentang gunung berapi di internet.
atau
atau
(2)   Mengubah kondisi untuk masa depan belajar (pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, disposisi, dan faktor-faktor motivasi)
Satu standar yang lebih rendah untuk materi yang sulit agar prosesnya lebih mudah.
Catatan: tahap dan definisi merupakan kesimpulan dari Winne dan Hadwin 1998

Perbedaan Antara Anak Lebih Muda dan Lebih Tua
Perbedaan metakognisi antara anak muda dan yang lebih tua akibat dari pengetahuan anak yang lebih tua lebih  berpengalaman dengan sekolah formal. Perbedaan metakognisi termasuk sejauh mana kesadaran akan tujuan-tujuan instruksi dan tuntutan tugas yang berbeda.
Kesadaran Tujuan Instruksi dan Tuntutan Tugas
Anak-anak biasanya hanya menyadari kebutuhan pembelajaran pendukung, tetapi bukan tujuan yang lebih luas dari instruksi.Sebuah perbedaan yang kedua adalah bahwa anak-anak yang lebih muda sering tidak menyadari tuntutan tugas.Mereka cenderung percaya, misalnya, yang membaca ceritanya untuk bersenang-senang dan membaca untuk ilmu pengetahuan atau kajian sosial tidak berbeda. Dengan kata lain, mereka sering hanya memiliki sebuah gagasan yang kasar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan tugas (Bruning, Schraw, & Ronning, 1995).
Pemantauan Pemahaman dan Pengertian Seseorang
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak tidak menunjukkan indikasi monitoring pemahaman mereka untuk menentukan apakah ia berhasil (Kuhn, 1999: 21).Lebih jauh lagi, walaupun perbaikan menyertai pembangunan, penguasaan sering tidak dicapai bahkan oleh dewasa.
Mendeteksi Kesalahan Matematika dan Kesalahan Lainnya
Dalam suatu pembelajaran, kelas awal memeriksa permasalahan pada jawaban mereka (a) menggunakan hafalan dan fakta pengurangan, atau (b) menghitung dengan menggunakan jari-jari mereka atau objek nyata.Anak yang lebih tua mengaplikasikannya dengan arah yang berlawanan (Van Haneghan, 1986).Bagaimanapun siswa selalu melakukan kesalahan dalam penulisan mereka karena mereka berasusmi bahwa teks benar dan dimengerti.


Kesadaran Fleksibilitas Strategi
Karakteristik anak adalah mereka selalu kekurangan pengetahuan tentang kapan dan dimana mereka harus menggunakan strategi yang berbeda.Anak-anak memiliki ketidak mampuan dalam menyalurkan strategi pembelajaran ke dalam situasi baru.
Pengembangan Kematangan Kognitif
Untuk mengembangkan kematangan kognitif dalam masyarakat kompleks tidak mudah, hal ini melibatkan beberapa faktor.Pertama, bergantung pada perkembangan pengetahuan internal (mental).Kedua, mengembangkan kematangan kognitif adalah sebuah aspek mengembangkan kemampuan sekunder dan juga melibatkan penguasaan tugas-tugas yang mungkin tidak tertarik untuk anak.Anak tidak dapat membedakan kegiatan kelas, bekerja dan bermain dan dapat menyatakan bahwa "bekerja" menjadi lebih penting untuk guru dari kegiatan bermain (Garner, 1990).
Perbedaan Ahli-Pemula
Para ahli dan pemula berbeda dalam kedua metakognisi keterampilan dan dalam kemampuan pemecahan masalah.Pertama, para ahli yang menyadari tujuan umum dari membaca dan mempelajari dan tujuan spesifik dari tugas tertentu (Rohrer & Thomas, 1989).Sebaliknya pemula cenderung tidak membaca makna.Kedua, para ahli yang menyadari dan menggunakan "memperbaiki-ia strategi" ketika terjadi masalah (Dole et DI, 1991). Ketiga, para ahli akan lebih untuk menggunakan sumber daya yang tersedia, seperti strategi melihat kembali sebelum teks apabila kesulitan terjadi serta menghentikan-dan-mencerminkan strategi.
B.     Pemecahan Masalah
Secara umum, pemecahan masalah mencakup tugas-tugas yang tidak akrab dan baru ketika metode solusi yang relevan (bahkan jika sebagian menguasai) tidak diketahui (Schoen- feld, 1992: 354).
Sebelum Penelitian
Perkembangan awal berisi tentang General Problem Solver (GPS), diskusi-diskusi tentang penyelidikan dan penelitian.Kemudian, pada tahun 1990-an, Yohanes Anderson dan rekan-rekannya mengembangkan ACT-R model.
Tabel 2.2 Modul Dasar ACT-R
Modul
Fungsi
Visual
Mengidentifikasi benda yang ada di dalam bidang visual
Masalah Negara (Imaginal)
Memegang representasi permasalahan saat ini.
Kontrol (Tujuan)
Melacak tujuan dan perhatian
Deklaratif
Mengambil informasi dari memori
Prosedural (system produksi)
Menanggapi informasi dalam penyangga dari modul laindan juga menempatkan informasi ke dalam orang-orang penyangga.
Manual
Mengontrol tangan
Catatan: Dirangkum dari Anderson 2005
Subproses Pemecahan Masalah
Empat subproses utama dalam pemecahan masalah memerlukan metakognisi yang mewakili masalah, perencanaan strategi, mengatasi rintangan, dan perencanaan pelaksanaan (Davidson & Sternberg, 1998)
Tabel 2.3 Subproses dalam Pemecahan Masalah dan
Peran Ketrampilan Metakognitif.
Subproses
Peran Ketrampilan Metakognitif
1.      Mewakili masalah (mengenali fitur yang paling relevan dan menciptakan sebuah peta mental komponen-komponen)
a.       Membantu dalam mengakses informasi yang relevan dari memori jangka panjang yang dapat memberikan kontribusi untuk identifikasi kunci komponen permasalahan.
b.      Membantu dalam menciptakan sebuah "peta mental" dari pemberian, hubungan di antara mereka, tujuan, dan batasan (Davidson & Sternberg, 1998).
c.       Membantu dalam selektif pencatatan, selektif kombinasi, dan selektif perbandingan bila perlu (Davidson & Sternberg, 1998) .
2.      Perencanaan
a.       Tinjau dan pilih rencana dan strategi, mungkin melibatkan diri dalam eksplorasi (Schoenfeld terstruktur, 1992) .
b.      Memulai 1a di atas, bila perlu.
3.      Mengatasi rintangan
a.       Membantu dalam mencari LTM untuk informasi baru
b.      Memulai 1c di atas.
4.      Rencana Pelaksana (dan mengatasi rintangan)
a.    Memantau kemajuan dan memodifikasi rencana ketika diperlukan
b.   Kembali ke 3, jika perlu
Teori Beban Kognitif
     Dari perspektif yang berbeda pada pemecahan masalah adalah teori beban kognitif, target yang cara para peserta didik fokus sumber daya kognitif selama belajar dan memecahkan masalah (Chandler & Sweller, 1991, mukasurat 294). Tujuan utama teori ini adalah untuk meningkatkan efektivitas dari desain instruksional dimana material saja memberikan instruksi.
Empat asumsi-asumsi mendukung teori beban kognitif : (a) batas-batas memori kerja pemrosesan informasi, dan (b) suatu memori jangka panjang yang tak terbatas yang dapat digunakan untuk memperdaya pembatasan  memori jangka pendek (Pollock, Chandler, & Sweller, 2002). Asumsi yang ketiga mencerminkan definisi pembelajaran yang ditetapkan oleh teori. Khususnya, tombol fungsi-fungsi belajar akuisisi biasa dan otomatisasi biasa, yang memungkinkan pemrosesan kognitif untuk mengabaikan bekerja (Sweller memori, 1994; Sweller & Chandler, 1994).
Prinsip-prinsip Instruksi
Empat kondisi umum yang penting untuk keberhasilan instruksi metacognitive:
Tabel 2.4  Persyaratan umum untuk mengajar Strategi Metakognisi
1 .Selain untuk strategi, mengajar saat dan di mana untuk menggunakannya.
2. Memastikan bahwa penilaian kinerja memerlukan kegiatan metacognitive dibahas dalam pengajaran.
3. Penggunaan Model strategi dalam berbagai konteks dengan penguatan.
4. Menyediakan amalan luas dalam berbagai konteks dengan penguatan
.
C.    Implementasi Metakognisi dan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran di Indonesia.
Keterampilan metakognisi berkaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Dembo (dalam Sadira,dkk, 2014) menyatakan bahwa siswa yang memiliki keterampilan metakognitif baik akan lebih efektif untuk memilih dan menggali informasi-informasi yang penting dalam menyelesaikan masalah dari pada siswa yang tidak memiliki keterampilan tersebut. Melalui strategi pembelajaran pemecahan masalah, siswa akan dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi secara mendalam yang dapat mengantarkan siswa untuk sampai pada konsep yang benar serta dapat membentuk siswa secara aktif dalam menyelesaikan permasalahan  yang dihadapi.
Belajar Bagaimana-ke-belajar keterampilan
      Istilah metakognisi merujuk kepada kemampuan yang diperlukan untuk seseorang belajar secara langsung, mengingat, dan berpikir. Disertakan adalah pengetahuan tentang dan kesadaran seseorang berpikir dan kesadaran akan kesulitan saat muncul selama belajar sehingga tindakan perbaikan yang dapat diambil.
Pemecahan Masalah Mengajar
      Strategi metakognisi merupakan kegiatan merencanakan, mengontrol, dan
merefleksi secara sadar tentang proses kognitifnya sendiri (Flavell dalam
Livingston, 1997). Tahap–tahap pembelajaran matematika  dalam menerapkan   konsep terhadap persoalan matematika dengan strategi metakognisi yang
harus dilakukan menurut Abdul Muin (2006:39) sebagai berikut:
Tahap I (Perencanaan), guru  menjelaskan tujuan mengenai topik yang sedang dipelajari, penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan  yang diajukan guru tentang konsep matematika. Kemudian guru membimbing  siswa menanamkan keyakinan dan kesadaran dengan bertanya pada siswa saat siswa menjawab setiap pertanyaan dalam bahan ajar atau pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Tahap II (Pemantauan), siswa bekerja mandiri untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan. Guru memberi umpan balik secara individual, berkeliling memandu siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika. Umpan balik  yang bersifat metakognisi menuntun siswa untuk memusatkan perhatian pada kesalahan-kesalahan dan memberikan petunjuk  kepada siswa agar siswa dapat mengoreksi sendiri, dapat mengontrol atau memonitor proses berpikirnya serta dapat menyimpan dan menggunakan kembali ide-ide yang telah ditemukan untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
Tahap III (evaluasi) yang dilakukan oleh guru/siswa. Evaluasi dari guru mengarah pada pemantapan dan aplikasi yang lebih luas sehingga siswa mendapat yang lebih bermakna. Sedangkan evaluasi  dari siswa  lebih mengarah kepada apa yang telah dipahami dari pembelajaran serta kemungkinan aplikasi masalah yang lebih luas. Membuat rekapitulasi yang dilakukan oleh siswa sendiri dari apa yang telah dilakukan di kelas dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Hasil penerapan strategi metakognisi dalam pembelajaran matematika kelas X SMA Negeri 2 Padang menujukan peningkatan hasil belajar Dapat  dilihat bahwa. Kemampuan pemecahan masalah siswa setelah diterapkan strategi  metakognisi   lebih baik dari sebelum diterapkan. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata skor tes akhir siswa yaitu 70,13 lebih tinggi dari nilai rata-rata skor tes awal siswa yang hanya 31,81. Selain itu nilai maksimum siswa pada tes akhir mencapai nilai 92 sedangkan pada tes awal nilai maksimum siswa hanya 44. Berdasarkan hasil penelitian, maka 1)  Guru dapat menjadikan strategi metakognisi sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, 2)  Guru dapat menggunakan strategi belajar lain yang mendukung pembelajaran dengan menerapkan strategi metakognisi agar pembelajaran lebih optimal.3)  Dilakukan penelitian lanjutan dalam lingkup yang lebih luas.











BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan
Komponen utama metakognisi adalah (a) pengetahuan tentang kasadaran seseorang berfikir dan (b) pengetahuan kapan dan dimana harus menggunakan setrategi (Pressley dan Mc Cormic, 1995:2). Keterampilan metakognisi berkaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Melalui strategi pembelajaran pemecahan masalah, siswa akan dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi secara mendalam yang dapat mengantarkan siswa untuk sampai pada konsep yang benar serta dapat membentuk siswa secara aktif dalam menyelesaikan permasalahan  yang dihadapi.
B.           Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.












DAFTAR PUSTAKA

Gredler, M. 2009. Learning and Instruction, Theory into Practice. Upper Saddle River, N J: Merrill.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar