METAKOGNISI DAN PEMECAHAN MASALAH
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu
:
Dr. Supriyono Koes H. M.Pd, MA
Kelas G 2016
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PASCASARJANA
S2 PENDIDIKAN DASAR
Oktober 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam rekonseptualisasi berpikir dan
pembelajaran menyarankan bahwa menjadi pemikir baik dalam setiap domain mungkin
banyak memperoleh tabiat serta disposisi dari interprestasi pengertian dan
memperoleh pembelajaran tertentu dari keterampilan. (Resnick, 1988: 58) Pembelajaran untuk berbicara dan
memahami bahasa awal, mengenali wajah-wajah, terlibat dalam interaksi sosial
dasar, dan menjalankan teknik pemecahan masalah umum adalah kemampuan yang
diperoleh anak-anak melalui pengalaman sehari-hari mereka (Howe, 1988; Geary,
1995, 2002, 2005).
Dalam perkembangannya, pendekatan kognitif dalam
pembelajaran menunjukan kemajuan yang sangat pesat.Studi-studi yang berasaskan
pandangan kognitif tentang belajar, semakin mendukung para ahli untuk terus
menmukan peluang bahwa belajar sesungguhnya lebih mengarah kepada aktifitas
mental daripada fisik atau tingkah laku.
Pendekatan dan teori-teori yang dihasilkan oleh para ahli,
meyakini bahwa ada unsur tertentu dalam konteks belajar yang memungkinkan
manusia dapat melakukan kegiatan belajar dengan baik.Unsur-unsur tersebut coba
dipetakan dalam suatu pola pembelajaran yang dinamakan matekognisi dan problem
solving.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perspektif kognitif
Metakognisi?
2. Bagaimankah perspektif kognitif Pemecahan
Masalah (Problem Solving)?
3.
Bagaimana
Matekognisi dan Pemecahan Masalah diaplikasikan dalam pembelajaran di Indonesia?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui perspektif kognitif
Metakognisi
2. Untuk mengetahui perspektif kognitif
Pemecahan Masalah
3. Untuk mengetahui implementasi Metakogisi
dan Pemecahan Masalah dalam pembelajaran di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Sifat Pembelajaran yang Kompleks
Teori kognitif telah berbicara dengan mengubah
keadaan pendidikan dalam dua cara. Satu adalah identifikasi dan penilaian
kemampuan kognitif bahwa siswa harus membuat peraruturan panduan untuk belajar
dari tugas-tugas yang kompleks, memantau kemajuan mereka, dan mengubah arah,
jika perlu.Kemampuan ini dirujuk sebagai metakognisi.Kedua, psikolog dan
Pendidikan psikologi memiliki pendidikan dasar penelitian berbagai bentuk
memecahkan masalah dalam berbagai mata pelajaran domain untuk menginformasikan
kepada amalan pendidikan.
A.
Metakognisi
Sebuah pandangan alternatif strategi muncul
pada akhir tahun 1970-an dan 1980-an. Secara khusus, ada proses aturan lebih
tinggi yang mengontrol penggunaan strategi tertentu. Yang pertama proses
perintah yang lebih tinggi untuk dapat diidentifikasi adalah metamemori
(Flavell, 1971).
Termasuk pembelajar yang (a) berpengetahuan verbal tentang
penyimpanan memori dan (b) orang, tugas,
dan strategi variabel yang mempengaruhi kinerja memori
(Flavell & Wellman, 1977). Kemudian penelitian berkembang dan
mencakup pengetahuan peserta didik tentang fungsi kognitifnya secara
umum (tambahan memori), kapabilitas tersebut dikenal sebagai metakognisi (Harnishfeger & Bjorklund,
1990). Didiskusikan dalam pembahasan ini perbedaan penggunaan metakognisi
antara pembelajar muda dan tua serta antara ahli dan pemula.

Komponen
Secara umum, metakognisi melibatkan berfikir tentang pemikiran beberapa
perspektif, menekankan pengetahuan individu tentang area kognitif dan strategi
yang digunakan.Penekanan lainnya tentang pengetahuan dan peraturan kognitif
(Brown, 1987; Son dan Schwats, 2003).
PengetahuanTentang Area Kognisi
Komponen utama metakognisi adalah (a) pengetahuan tentang kasadaran seseorang
berfikir dan (b) pengetahuan kapan dan dimana harus menggunakan setrategi
(Pressley dan McCormic, 1995:2)
Peraturan Kognisi
Para peneliti kognitif membedakan antara
strategi metakognitif dan ketrampilan kognitif. Misalnya, mengambil catatan
selama membaca bab pada Pembelian Louisiana adalah
keterampilan kognitif, itu dilakukan untuk fasilitas pemahaman dan belajar
(Flavell, 1979).Kemudian, pembaca mempersiapkan untuk tes mendatang.Ia kemudian
membuat kuis untuk dirinya sebagai evaluasi. Strategi kedua ini membantu
peserta dalam membangun makna adalah strategi metacognitive untuk memeriksa
satu tingkat belajar evaluasi.
Sebuah model kegiatan metakognisi dalam belajar
terdapat empat langkah:
Tabel 2.1 Model Kegiatan Metakogitif dalam
Belajar
Tahap
|
Deskripsi
|
Contoh
|
Mendefinisikan Tugas
|
Membuat persepsi tentang sifat tugas belajar,
sumber daya yang tersedia serta hambatan.
|
Menyelesaikan tugas membaca tentang gunung berapi dari Geografi
Nasional; bahasa adalah kompleks untuk siswa sekolah menengah, tetapi siswa
mempunyai waktu 1 ½ jam untuk menyelesaikan tugas.
|
Menetapkan tujuan dan perencanaan
|
Memilih atau membuat tujuan dan rencana untuk
mengatasi tugas belajar.
|
Membaca artikel untuk pemrosesan mendalam untuk mempersiapkan
unit untuk menguji; catatan pribadi, membuat pertanyaan pribadi yang
diperlukan.
|
Membuat strategi dan taktik belajar
|
Mengimplementasikan aktivitas yang dipilih
pada tahap dua dan memperketat jika perlu.
|
Menemukan kosa kata yang sulit pada saat
membaca maka berhenti sejenak dan mencari definisinya kemudian melanjutkan
membaca.
|
(1)
Membuat
penyesuaian skala besar untuk tugas, tujuan, rencana dan keterlibatan.
|
Kesulitan besar dalam memahami artikel untuk
mencari informasi dasar tentang gunung berapi di internet.
|
|
atau
|
atau
|
|
(2)
Mengubah
kondisi untuk masa depan belajar (pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan,
disposisi, dan faktor-faktor motivasi)
|
Satu standar yang lebih rendah untuk materi yang sulit agar
prosesnya lebih mudah.
|
|
Catatan: tahap dan definisi
merupakan kesimpulan dari Winne dan Hadwin 1998
|
Perbedaan Antara Anak Lebih Muda dan Lebih Tua
Perbedaan metakognisi antara anak muda dan yang lebih tua akibat
dari pengetahuan anak yang lebih tua lebih
berpengalaman dengan sekolah formal. Perbedaan metakognisi termasuk
sejauh mana kesadaran akan tujuan-tujuan instruksi dan tuntutan tugas yang
berbeda.
Kesadaran Tujuan Instruksi dan Tuntutan Tugas
Anak-anak biasanya hanya menyadari kebutuhan pembelajaran
pendukung, tetapi bukan tujuan yang lebih luas dari instruksi.Sebuah perbedaan
yang kedua adalah bahwa anak-anak yang lebih muda sering tidak menyadari
tuntutan tugas.Mereka cenderung percaya, misalnya, yang membaca ceritanya untuk
bersenang-senang dan membaca untuk ilmu pengetahuan atau kajian sosial tidak
berbeda. Dengan kata lain, mereka sering hanya memiliki sebuah gagasan yang
kasar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan tugas (Bruning,
Schraw, & Ronning, 1995).
Pemantauan Pemahaman dan Pengertian Seseorang
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak tidak menunjukkan indikasi
monitoring pemahaman mereka untuk menentukan apakah ia berhasil (Kuhn, 1999: 21).Lebih
jauh lagi, walaupun perbaikan menyertai pembangunan, penguasaan sering tidak
dicapai bahkan oleh dewasa.
Mendeteksi Kesalahan Matematika dan Kesalahan Lainnya
Dalam suatu pembelajaran, kelas awal memeriksa permasalahan pada
jawaban mereka (a) menggunakan hafalan dan fakta pengurangan, atau (b)
menghitung dengan menggunakan jari-jari mereka atau objek nyata.Anak yang lebih
tua mengaplikasikannya dengan arah yang berlawanan (Van Haneghan, 1986).Bagaimanapun
siswa selalu melakukan kesalahan dalam penulisan mereka karena mereka berasusmi
bahwa teks benar dan dimengerti.
Kesadaran Fleksibilitas Strategi
Karakteristik anak adalah mereka selalu kekurangan pengetahuan
tentang kapan dan dimana mereka harus menggunakan strategi yang
berbeda.Anak-anak memiliki ketidak mampuan dalam menyalurkan strategi
pembelajaran ke dalam situasi baru.
Pengembangan Kematangan Kognitif
Untuk mengembangkan kematangan kognitif dalam masyarakat kompleks
tidak mudah, hal ini melibatkan beberapa faktor.Pertama, bergantung pada
perkembangan pengetahuan internal (mental).Kedua, mengembangkan kematangan
kognitif adalah sebuah aspek mengembangkan kemampuan sekunder dan juga
melibatkan penguasaan tugas-tugas yang mungkin tidak tertarik untuk anak.Anak tidak
dapat membedakan kegiatan kelas, bekerja dan bermain dan dapat menyatakan bahwa
"bekerja" menjadi lebih penting untuk guru dari kegiatan bermain
(Garner, 1990).
Perbedaan Ahli-Pemula
Para ahli dan pemula berbeda dalam kedua
metakognisi keterampilan dan dalam kemampuan pemecahan masalah.Pertama, para
ahli yang menyadari tujuan umum dari membaca dan mempelajari dan tujuan
spesifik dari tugas tertentu (Rohrer & Thomas, 1989).Sebaliknya
pemula cenderung tidak membaca makna.Kedua, para ahli yang menyadari dan menggunakan "memperbaiki-ia strategi"
ketika terjadi masalah (Dole et DI, 1991). Ketiga, para ahli akan
lebih untuk menggunakan sumber daya yang tersedia, seperti strategi melihat
kembali sebelum teks apabila kesulitan terjadi serta
menghentikan-dan-mencerminkan strategi.
B.
Pemecahan Masalah
Secara umum, pemecahan
masalah mencakup tugas-tugas yang tidak akrab dan baru ketika metode
solusi yang relevan (bahkan jika sebagian menguasai) tidak diketahui (Schoen-
feld, 1992: 354).
Sebelum Penelitian
Perkembangan awal berisi tentang General
Problem Solver (GPS), diskusi-diskusi tentang penyelidikan dan
penelitian.Kemudian, pada tahun 1990-an, Yohanes Anderson dan rekan-rekannya
mengembangkan ACT-R model.
Tabel 2.2 Modul Dasar ACT-R
Modul
|
Fungsi
|
Visual
|
Mengidentifikasi benda yang ada di dalam
bidang visual
|
Masalah Negara (Imaginal)
|
Memegang representasi permasalahan saat ini.
|
Kontrol (Tujuan)
|
Melacak tujuan dan perhatian
|
Deklaratif
|
Mengambil informasi dari memori
|
Prosedural (system produksi)
|
Menanggapi informasi dalam penyangga dari modul laindan juga
menempatkan informasi ke dalam orang-orang penyangga.
|
Manual
|
Mengontrol tangan
|
Catatan: Dirangkum dari Anderson 2005
|
Subproses
Pemecahan Masalah
Empat subproses utama dalam pemecahan masalah
memerlukan metakognisi yang mewakili masalah, perencanaan strategi, mengatasi rintangan,
dan perencanaan pelaksanaan (Davidson & Sternberg, 1998)
Tabel 2.3 Subproses dalam Pemecahan Masalah
dan
Peran Ketrampilan Metakognitif.
Subproses
|
Peran Ketrampilan Metakognitif
|
1.
Mewakili
masalah (mengenali fitur yang paling relevan dan menciptakan sebuah peta
mental komponen-komponen)
|
a.
Membantu dalam mengakses informasi yang relevan dari memori
jangka panjang yang dapat memberikan kontribusi untuk identifikasi kunci
komponen permasalahan.
b.
Membantu dalam menciptakan sebuah "peta mental" dari
pemberian, hubungan di antara mereka, tujuan, dan batasan
(Davidson & Sternberg, 1998).
c.
Membantu dalam selektif pencatatan, selektif kombinasi, dan
selektif perbandingan bila perlu (Davidson & Sternberg, 1998) .
|
2.
Perencanaan
|
a.
Tinjau dan pilih rencana dan strategi, mungkin melibatkan diri
dalam eksplorasi (Schoenfeld terstruktur, 1992) .
b.
Memulai 1a di atas, bila perlu.
|
3.
Mengatasi
rintangan
|
a.
Membantu dalam mencari LTM untuk informasi baru
b.
Memulai 1c di atas.
|
4.
Rencana
Pelaksana (dan mengatasi rintangan)
|
a.
Memantau kemajuan dan memodifikasi rencana ketika diperlukan
b.
Kembali ke 3, jika perlu
|
Teori Beban Kognitif
Dari perspektif yang berbeda pada pemecahan
masalah adalah teori beban kognitif, target yang cara para peserta didik fokus
sumber daya kognitif selama belajar dan memecahkan masalah
(Chandler & Sweller, 1991, mukasurat 294). Tujuan utama teori ini
adalah untuk meningkatkan efektivitas dari desain instruksional dimana material
saja memberikan instruksi.
Empat asumsi-asumsi mendukung teori beban kognitif : (a) batas-batas
memori kerja pemrosesan informasi, dan (b) suatu memori
jangka panjang yang tak terbatas yang dapat digunakan untuk memperdaya
pembatasan memori jangka pendek (Pollock, Chandler, & Sweller,
2002). Asumsi yang ketiga mencerminkan definisi pembelajaran yang ditetapkan
oleh teori. Khususnya, tombol fungsi-fungsi belajar akuisisi biasa dan
otomatisasi biasa, yang memungkinkan pemrosesan kognitif untuk mengabaikan bekerja
(Sweller memori, 1994; Sweller & Chandler, 1994).
Prinsip-prinsip Instruksi
Empat kondisi umum yang penting untuk keberhasilan instruksi
metacognitive:
Tabel 2.4 Persyaratan umum untuk mengajar Strategi
Metakognisi
1 .Selain untuk strategi, mengajar saat dan di
mana untuk menggunakannya.
2. Memastikan bahwa penilaian kinerja
memerlukan kegiatan metacognitive dibahas dalam pengajaran.
3.
Penggunaan Model strategi dalam berbagai konteks dengan penguatan.
4. Menyediakan amalan luas dalam berbagai konteks
dengan penguatan
|
.
C.
Implementasi Metakognisi dan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran
di Indonesia.
Keterampilan
metakognisi berkaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Dembo (dalam Sadira,dkk,
2014) menyatakan bahwa siswa yang memiliki keterampilan metakognitif baik akan
lebih efektif untuk memilih dan menggali informasi-informasi yang penting dalam
menyelesaikan masalah dari pada siswa yang tidak memiliki keterampilan
tersebut. Melalui strategi pembelajaran pemecahan masalah, siswa akan
dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi
secara mendalam yang dapat mengantarkan siswa untuk sampai pada konsep yang
benar serta dapat membentuk siswa secara aktif dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi.
Belajar Bagaimana-ke-belajar keterampilan
Istilah metakognisi merujuk kepada
kemampuan yang diperlukan untuk seseorang belajar secara langsung, mengingat,
dan berpikir. Disertakan adalah pengetahuan tentang dan kesadaran seseorang
berpikir dan kesadaran akan kesulitan saat muncul selama belajar sehingga
tindakan perbaikan yang dapat diambil.
Pemecahan Masalah Mengajar
Strategi
metakognisi merupakan kegiatan merencanakan, mengontrol, dan
merefleksi secara sadar tentang proses
kognitifnya sendiri (Flavell dalam
Livingston, 1997). Tahap–tahap pembelajaran matematika dalam menerapkan konsep terhadap persoalan matematika dengan
strategi metakognisi yang
harus dilakukan menurut Abdul Muin (2006:39) sebagai
berikut:
Tahap I (Perencanaan),
guru menjelaskan tujuan mengenai topik
yang sedang dipelajari, penanaman konsep berlangsung dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru
tentang konsep matematika. Kemudian guru membimbing siswa menanamkan keyakinan dan kesadaran
dengan bertanya pada siswa saat siswa menjawab setiap pertanyaan dalam bahan
ajar atau pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Tahap II (Pemantauan),
siswa bekerja mandiri untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan.
Guru memberi umpan balik secara individual, berkeliling memandu siswa dalam
menyelesaikan persoalan matematika. Umpan balik
yang bersifat metakognisi menuntun siswa untuk memusatkan perhatian pada
kesalahan-kesalahan dan memberikan petunjuk
kepada siswa agar siswa dapat mengoreksi sendiri, dapat mengontrol atau
memonitor proses berpikirnya serta dapat menyimpan dan menggunakan kembali
ide-ide yang telah ditemukan untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
Tahap III (evaluasi)
yang dilakukan oleh guru/siswa. Evaluasi dari guru mengarah pada pemantapan dan
aplikasi yang lebih luas sehingga siswa mendapat yang lebih bermakna. Sedangkan
evaluasi dari siswa lebih mengarah kepada apa yang telah dipahami
dari pembelajaran serta kemungkinan aplikasi masalah yang lebih luas. Membuat
rekapitulasi yang dilakukan oleh siswa sendiri dari apa yang telah dilakukan di
kelas dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Hasil penerapan strategi
metakognisi dalam pembelajaran matematika kelas X SMA Negeri 2 Padang menujukan
peningkatan hasil belajar Dapat dilihat
bahwa. Kemampuan pemecahan masalah siswa setelah diterapkan strategi metakognisi
lebih baik dari sebelum diterapkan. Hal ini terlihat dari nilai
rata-rata skor tes akhir siswa yaitu 70,13 lebih tinggi dari nilai rata-rata
skor tes awal siswa yang hanya 31,81. Selain itu nilai maksimum siswa pada tes
akhir mencapai nilai 92 sedangkan pada tes awal nilai maksimum siswa hanya 44. Berdasarkan
hasil penelitian, maka 1) Guru dapat
menjadikan strategi metakognisi sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, 2) Guru dapat menggunakan strategi belajar lain
yang mendukung pembelajaran dengan menerapkan strategi metakognisi agar pembelajaran
lebih optimal.3) Dilakukan penelitian
lanjutan dalam lingkup yang lebih luas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komponen utama metakognisi adalah (a) pengetahuan
tentang kasadaran seseorang berfikir dan (b) pengetahuan kapan dan dimana harus
menggunakan setrategi (Pressley dan Mc Cormic, 1995:2). Keterampilan metakognisi berkaitan erat dengan kemampuan pemecahan
masalah. Melalui strategi pembelajaran pemecahan masalah, siswa akan dilibatkan
secara aktif dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi secara mendalam
yang dapat mengantarkan siswa untuk sampai pada konsep yang benar serta dapat
membentuk siswa secara aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
B.
Saran
Makalah
ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gredler,
M. 2009. Learning and Instruction, Theory
into Practice. Upper Saddle River, N J: Merrill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar